Manteman, ngomongin soal Pemindahan Ibu Kota, kita intip sejenak yuk, kemarin saya berkesempatan hadir di acara Forum Merdeka Barat (FMB) 9 yang kali ini mengusung tema "Pindah Ibu Kota Negara: Belajar dari Pengalaman Negara Sahabat" yang digelar di Gedung Windjojo Nitisastro, Kementerian PPN/Bappenas pada Rabu (10/7).
Hadir dalam acara tersebut yaitu Menteri Bambang Brodjonegoro, Duta Besar Brasil untuk Indonesia Rubem Barbarosa dan Juga Duta Besar LBPP RI untuk Brasil 2010-2015 Sudaryomo Hartosudarmo. Acara yang berlangsung selama dua jam itu meriah sekali, pasalnya isu pemindahan ibu kota ini bukanlah main-main.
Adapun pembicara pertama yakni pak Menteri Bambang yang menyampaikan bahwa ia ingin ibu kota baru yang Indonesia-sentris, yang memicu pertumbuhan ekonomi, dan juga pemerataan pembangunan.
Menurut pak Menteri Bambang sendiri ibu kota baru harus didesain dan dipikirkan oleh bangsa Indonesia sendiri. Bagaimanapun Jakarta didesain dan dibangun oleh Pemerintah kolonial, VOC, Hindia Belanda, dijadikan pusat pemerintahan dan diteruskan menjadi ibu kota negara hingga saat ini.
"Kita ingin bangun dengan kemampuan sendiri. Ibu Kota yang dibangun secara khusus dan memiliki tata kota dan urban planning" yang sangat baik dan nyaman bagi penghuninya," kata pak Menteri Bambang lebih jauh.
Oleh sebab itu, lanjut pak Menteri Bambang menjelaskan bahwa Indonesia harus belajar dari negara yang sudah berhasil memindahkan ibu kota, salah satunya adalah Brasil.
"Alasan Kalimantan, selain ketersediaan lahan luas, relatif bebas bencana, wilayahnya lebih Indonesia-sentris. Indonesia tengah itu ada di Selat Makassar, namun Sulawesi masih rentan gempa dan tsunami. Jadi pilihannya Kalimantan." ujarnya lebih jauh mengenai hal ini.
Pak Menteri Bambang juga menjelaskan bahwa ide pemindahan ibu kota baru bukan hal yang baru sama sekali. Ia pun menyebut dalam 100 tahun, lebih dari 30 negara sukses memindahkan Ibu Kota.
Menurutnya, sejarah pernah mencatat, setiap 3-4 tahun terjadi pemindahan ibu kota, bahkan akhir-akhir ini berlangsung hampir setiap dua tahun sekali.
"Selain Brasil, banyak negara memindahkan ibu kota. Malaysia yang pusat administrasinya ke Putrajaya, Korea Selatan dari Seoul ke Sejong, Kazakhtan dari Almaty ke Astana, juga Australia ke Canberra. Pakistan, Nigeria, bahkan Mesir juga pernah memindahkan ibu kota." cetus pak Menteri Bambang.
Namun, sambung Pak Menteri menyampaikan bahwa Indonesia punya satu keunikan, satu-satunya negara yang berkepulauan terbesar di dunia.
"Kita akan pindahkan ibu kota antara pulau, tidak seperti Malaysia yang pindah ke Kuala Lumpur atau Mesir ke Kairo." ujarnya lebih jauh.
Ia juga menambahkan ada satu alasan pemindahan ibu kota yang mungkin mirip dengan Brasil, meskipun Brasil kontinen. Ketika itu, Ibu kota dipindahkan dari Rio de Janeiro sebagai pusat denyut ekonomi Brasil ke Brasilia.
"Sedangkan denyut ekonomi kita adalah Jakarta sekitarnya." paparnya.
Kaitannya dengan denyut ekonomi, lanjut pak Menteri Bambang menjelaskan bahwa Pulau Jawa akhirnya menjadi pulau yang sangat padat dengan ekonomi sangat tinggi sehingga menciptakan ketimpangan dengan pulau-pulau di luar Jawa.
"Kalau kita membiarkan ini bekelanjutan tanpa ada penanganan serius, maka ketimpangan akan semakin parah," jelas beliau menambahkan.
Pak Menteri Bambang juga menyebutkan tahun 1960 silam, Rio de Jeneiro dipindahkan ke Brasilia dengan tujuan untuk memperbaharui kebanggan nasional masyarakatnya dengan membangun ibu kota modern di abad 21, meningkatkan kesatuan nasional dengan membuka lahan kosong di tengah-tengah Brasilia, sekaligus mengurangi ketimpangan.
“Ketika ekonomi tumbuh di Rio De Janeiro dan Santos, wilayah pedalaman dan Amazon tertinggal
dibandingkan wilayah pantai. Upaya pemindahan ibu kota ke wilayah Amazon bisa
dibaca sebagai upaya pemerataan pembangunan." pungkasnya pak Bambang menyampaikan.
Pak Menteri Bambang menyampaikan, Brasilia bukahanya pusat
pemerintahan, namun juga menjadi pusat kegiatan ekonomi bagi wilayah sekitarnya.
Meski wilayah Amazon masih kalah dibandingkan wilayah pantai, tapi ketimpangan
bisa diatasi.
"Untuk itu, kita juga berupaya meratakan pembangunan antara Jawa dan
luar Jawa. Ketimpangan pendapatan dan ekonomi ini yang harus kita atasi. Paling
tidak, kita dapat mengurangi ketimpangan tersebut." kata pak Bambang.